Review Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Aku langsung menulis di sini usai menutup adegan terakhir dari Novel Toko Kelontong Ajaib Namiya. Sebuah Novel karya Keigo Higashino pertama yang aku baca. Berawal dari rekomendasi beberapa bookstagram yang mengatakan sebaiknya membaca Novel ini sebelum berkenalan lebih jauh dengan karyanya yang lain. Akhirnya aku memuaskan rasa penasaranku dengan mengintipnya terlebih dahulu.
Siapa yang sangka? Kalau baru mengintip halaman satu, tiba-tiba saja saya melanjutkannya hingga berlembar-lembar terlewati dan seharian ini aku menghabiskan waktu bersama keajaiban yang terjadi di Toko Kelontong pak Namiya. Persis saat ini, aku baru menyelesaikan Novel dengan perasaan lega. Lega karena termasuk happy ending.
Kalau ditanya bagaimana pendapatku tentang Novel ini? Bagiku Novel ini adalah Novel Yang Mengharukan. Semua cerita di dalamnya memiliki pesan moral yang cukup mendalam tentang hidup. Semua yang mengirimkan surat pada pak Namiya pun berbicara tentang hidup. Tapi, jangan berharap akan merasa hampa, kosong atau bahkan putus asa.
Justru, setiap fase kehidupan para tokohnya mendatangkan semangat untuk terus berpacu dalam kehidupan. Untuk terus maju melangkah dan menjadi versi terbaik dalam diri sendiri. Bahkan, meski hal tersebut harus diperjuangkan hingga titik terakhir perjuangan pun, semua tokohnya masih tetap berjuang.
Kartu Tanda Buku
Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Penulis : Keigo Higashino
Tebal : 400 halaman
Format : Buku digital Gramedia digital
Bahasa : Indonesia Terjemahan
Terbit : 2020
Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9786020648286
Link Pembelian di sini
Cerita Dalam Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Nama pemilik toko kelontong tersebut yaitu pak Namiya. Sedikit spoiler, pak Namiya sendiri tidak tahu kalau toko tempat ia menghabiskan waktunya selama hidup ini ajaib. Nah, di toko Kelontong yang awalnya menghidupi keluarganya ini, ia banyak bercengkerama.
Berawal ketika istrinya meninggal dunia dan ia kehilangan semangat untuk hidup. Dan kondisinya ini diambil dari sudut pandang anak lelakinya. Digambarkan kalau kakek Namiya mengalami penurunan semangat. Namun, masih tetap ingin tinggal di toko yang merangkap sebagai rumah.
Tak berapa lama, semangatnya kembali hadir. Yaitu, tepat ketika ia mengetahui bahwa ayahnya menerima konsultasi dari siapa saja yang datang dan mengirimkan surat. Awalnya karena kakek Namiya hanya ingin bersenda gurau pada anak-anak yang menanyakan sesuatu yang sedikit nyeleneh padanya. Kemudian, ia jawab dengan jawaban yang ringan tapi tetap serius.
Dari kebiasaannya inilah, ia sering mendapat surat yang kemudian hari menjadi rutinitasnya. Beberapa surat yang datang pada akhirnya tak hanya berisi lelucon. Tapi, juga permasalahan hidup yang cukup berat. Yang pada mulanya surat ditempel di dinding toko bagian luar. Saat menerima surat yang cukup serius untuk pertama kalinya, kakek Namiya mulai memberlakukan pengiriman surat melalui celah pintu toko. Dan surat balasannya akan diletakkan di kotak tempat pengiriman susu.
Singkat cerita inilah cerita yang tampak di permukaan. Dari kegiatan surat menyurat inilah, banyak pada akhirnya pesan dan pelajaran tentang kehidupan disuguhkan bagi pembaca dengan cara yang cukup mengesankan. Tidak menggurui dan meninggalkan banyak lembar pemikiran di dalam kepala.
Pesan Moral Yang Kaya Akan Pengalaman Hidup Dalam Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Bahkan perjuangan yang sia-sia pun berharga
Mengenalkan konsep penghargaan untuk diri sendiri. Inilah yang tampak jelas kurasakan dari pesan yang terbesit di adegan Katsuro dengan ayahnya, Takeo. Ketika Katsuro hendak menyerah, muncul kalimat ini yang keluar dari mulut ayahnya. Dan ini merupakan penggambaran seorang ayah yang ingin agar anaknya menghargai perjuangannya selama ini.
Bukan perjuangan orang tuanya. Tapi, perjuangan si anak itu untuk masa depannya sendiri. Berapa banyak waktu yang ia korbankan demi mencapai impiannya. Berapa banyak lelah dan keringat yang keluar demi bisa menggapainya. Hingga seberapa jauh sebenarnya langkah yang sudah ia tempuh demi mencapai tujuannya. Sang Ayah hanya ingin anaknya menghargai setiap proses, setiap langkah, setiap waktu yang sudah ia keluarkan demi impiannya.
Jalani hidup dengan baik dan tekun. Semua tergantung niat
Aku ingin kau, termasuk aku, bisa menghargai nyawa seseorang
Ini adalah kisah yang cukup sedih. Tapi, di sinilah pembelajaran penting tentang menghargai hidup dengan versi berbeda juga tertanam.
Pada kutipan ini terkandung cara menghargai hidup meski kehidupan penuh dengan derita. Meski rasanya ingin berteriak, “buat apa aku hidup kalau begini?”
Kutipan ini merekam adegan yang cukup dramatis. Yang membawa pesan, bahwa sebenarnya meski kehidupan demikian rumit, rasanya tak berharap untuk hidup, mempertanyakan buat apa hidup kalau begini? Sebenarnya, tetap hidup adalah jalan terbaik.
Sebab, sebenarnya ada banyak hal yang bisa jadi tidak diketahui oleh setiap individu tentang orang yang mencoba memperjuangkan hidup kita. Seseorang yang tak tampak upayanya untuk membuat kita tetap bertahan hidup. Meski orang tersebut hanya sebentar atau sekelebat saja mampir dalam kehidupan.
Tetap, lanjutkan hidup dan berusahalah untuk hidup dengan baik. Sebagai bentuk penghargaan terhadap diri dan kehidupan yang dimiliki.
Bisa membantu oranglah yang membuatnya bersemangat dalam hidup
Ini adalah segmen terbaik yang menjadi contoh bagi pembaca. Bahwa, bagi orang yang sudah masuk usia manula pun. Jika ia ingin tetap bersemangat dalam hidup, kuncinya satu : membantu orang.
Membantu tidak harus selalu dengan tenaga dan uang. Membantu memikirkan solusi bagi masalah orang lain. Membantu memberikan semangat. Membantu memberikan kata-kata baik bagi orang lain. Bahkan, membantu menjawab pertanyaan yang tampak remeh pun, itu tetap bantuan.
Sekecil apapun, bantuan yang diniatkan untuk kebaikan. Sesederhana apapun itu, tetap akan membawa kedamaian dan kebahagiaan bahkan semangat untuk kehidupan yang dijalani.
Kalau bagi manula saja bantuan bagi orang lain juga bisa membuat semangat. Begitu juga jika dilakukan bagi siapa saja yang masih muda, remaja atau dewasa muda. Siapapun dari semua usia.
Ada satu pepatah yang sering terdengar dan menjadi jargon beberapa komunitas, yaitu “Berbagi bikin happy.” Even yang kamu bagi adalah ilmu pun, yang mungkin tidak begitu berbobot, itu tetaplah sebuah bantuan yang berharga bagi orang yang tepat.
Apapun yang terjadi hari esok akan lebih baik dari hari ini
Ada kesan yang kuat usai membaca kalimat dari surat terakhir yang membuat mataku berkaca-kaca. Kesan untuk senantiasa berpikiran positif terhadap kehidupan. Optimis. Tapi, tidak over.
Memandang bahwa hari esok akan lebih baik merupakan sebuah harapan yang harus ditanamkan. Meski tidak ada yang pernah tahu, apakah badai akan datang menerpa dan menghantam atau tidak?
Namun, pengharapan tentang hari esok, inilah kunci dari keberlanjutan hidup. Jika saat ini niatmu dalam hidup hanya ingin berlanjut saja, tidak ingin menargetkan apapun. Tak mengapa, itu baik dan tetaplah hidup.
Sebab, apapun itu yang terjadi, tanamkan kepercayaan meski sedikit. Bahwa cahaya akan menerangi jalan lorong gelap yang mungkin saat ini sedang dihadapi.
Keajaiban dan Misteri di Toko Kelontong Namiya
Cerita dalam novel ini tidak melulu momen saat pak Namiya membalas surat-surat tersebut. Ada kalanya pak Namiya mendapatkan bantuan dari orang yang tidak disangka-sangka.
Namun, pusat cerita memang terkait pada Toko Kelontong Namiya dan orang-orang yang berkirim surat. Bahkan ada juga terkait dengan Taman Marumitsu yang merupakan tempat perlindungan bagi anak-anak.
Ada beberapa misteri dan keajaiban yang terjadi seperti :
- Apa hubungannya Toko Kelontong Namiya dengan Taman Marumitsu ?
- Kenapa Surat dari Lelaki yang ingin jadi musisi tidak kunjung datang ?
- Bagaimana cara kerjanya surat yang datang cepat sampai bahkan setelah jawaban dikirim sementara di luar Toko tidak ada orang ?
- Mengapa pak Namiya sempat merasa depresi dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama anaknya hingga menutup tokonya ?
- Adakah bagian lucu dari kisah yang ada dalam novel ini ?
Aku akan menjawab pertanyaan terakhir dengan kutipan yang membuatku tertawa.
“ Ayah, internet itu apa?”
“Oh, itu. Aku juga tidak tahu dan penasaran.”
Bagi kamu yang sudah membaca novel ini pasti paham kenapa aku tertawa. Tapi, kalau kamu belum mengetahui alasanku tertawa, tak mengapa. Itu tandanya kamu harus membacanya sendiri. Sebab, kisah dalam novel ini pesannya cukup personal. Bisa saja poin di atas hanya untukku, tapi bisa berbeda pesan moral nya jika kamu yang membacanya sendiri.