Review Kumcer Pelayaran Terakhir Kritik Sosial Dari Bumi Timah




Kumpulan Cerita Pendek Pelayaran Terakhir

Setelah menamatkan buku kumpulan cerita pendek karya Anggit ini, aku meyakini satu hal. Bahwa, permasalahan kerusakan alam di Indonesia akibat pengerukan kekayaan alam besar-besaran sudah merajalela.

Kisah pengerukan timah di Pulau Belitung pun demikian. Pulau yang lebih dikenal sebagai tempat tinggal Lintang dan kawan-kawannya di Laskar Pelangi ini juga menyimpan luka akibat pengerukan timah besar-besaran. Membawa bencana yang pada akhirnya tidak bisa dihindari akibat kerusakan alam.

Kumpulan cerita pendek yang banyak mengambil setting dan latar di Belitung ini menambah informasi dan wawasan tentang tempat tersebut. Pulau yang tak hanya dikenal sebagai lokasi Laskar Pelangi, juga terkenal dengan pasir putihnya dan pengerukan besar-besaran oleh PT. Timah.

Kumcer yang nyatanya banyak berisi sindiran sosial terkait kondisi di negeri ini. Dikemas dengan narasi yang enak dan asik diikuti. Kehidupan warga dan masyarakat yang terkait dalam cerita, ditambah bumbu drama keluarga dan percintaan yang membuat kisah menjadi lebih hidup. Dan pesan yang ingin diutarakan tersampaikan dengan baik.


review kumcer

Kartu Tanda Buku

Judul : Pelayaran Terakhir
Penulis : Anggit Rizkianto
Tebal : 284 hal
Bahasa : Indonesia
Diterbitkan oleh Mekar Cipta Lestari MCL Publisher
ISBN : 9786235915449
Bisa dibeli di Sini





Wajah Indonesia Dalam Literasi Fiksi : Keindahan Pulau Belitung Yang Ternodai


Kumcer ini penggabungan antara hal yang nyata terjadi dengan fiksi. Fiksi ini ditujukan untuk meramu agar kisah yang disampaikan demikian hidup. Tak seperti sekadar berita yang kemudian hari mudah untuk dilupakan.

Bisa dibandingkan jika sudah menyelesaikan buku ini. Kemudian, membaca berita-berita di bawah :

review novelreview novelreview novel


Lebih menarik dan kekal dalam ingatan, kisah dalam buku ini, pesan yang ingin disampaikan mengenai kondisi di alam pulau Belitung. Miris. Namun, berita selalu terlewat begitu saja ketika ada berita baru yang lebih mengasyikkan untuk diikuti. Dan fakta mengenai perampasan hak masyarakat adat serta lahan gambut dan hutan yang rusak. Seperti kapal yang perlahan tenggelam dan tak tampak lagi di media.

Melalui riset wawancara, ANGGIT banyak mengeksplorasi perkembangan tambang di Pulau Belitung. Berawal dari pembukaan lahan oleh PT. Timah. Yang kemudian memang mendatangkan pekerjaan bagi beberapa warga lokal di sana. Sayangnya, uang datang tak hanya dalam bentuk kesenangan kesejahteraan tapi juga dalam bentuk lain yaitu pemuasan syahwat.

Teringat juga dengan Novel Tanah Tabu yang juga menggambarkan Papua sebelum hadirnya perusahaan Tambang Minyak. Sama seperti di Belitung yang awalnya tidak mengenal dengan kesenangan pemuasan syahwat ini. Ketika lokasi tambang dibuka, maka lokalisasi pekerja seks komersial juga ikut hadir. Membuat masyarakat sekitar banyak yang tergoda dengan kesenangan duniawi yang palsu ini.

Tak hanya untuk kesenangan sesaat, kehadiran tambang juga mendatangkan miras yang membuat banyak warga dari semua kalangan menikmati sajian minuman terlarang. Hingga mendatangkan bencana kerusakan lingkungan yang lebih dahsyat.

Melalui kisah-kisah fiksi yang diangkat dari kenyataan ini. Membuka mata bagiku, bahwa sudah waktunya giat ekonomi beralih ke tipe ekonomi yang tak hanya sekadar menguntungkan beberapa pihak saja. Tapi, juga menjaga keseimbangan lingkungan yang sudah rusak.





Bencana Datang Dalam Berbagai Bentuk


Ketika keseimbangan alam sudah dirusak. Maka bukan saja rusak habitat hewan dan tumbuhan. Tapi juga rusak tempat tinggal manusia.

Di cerpen berjudul Rumah Gedong justru menggambarkan banyak hal yang terjadi ketika kerusakan alam mulai menampakkan wujudnya.

  • Mulai dari nelayan yang kesulitan mencari ikan akibat sungai yang keruh. Bahkan, ikan-ikan banyak tak tampak sebab sungai yang keruh membuat mereka kesulitan regenerasi bahkan pindah ke tempat yang lebih aman.
  • Ketika ikan dan kehidupan di sungai yang menjadi rantai makanan ini menghilang. Maka bukan saja nelayan yang kesulitan mencari mata pencaharian. Buaya juga muncul memangsa manusia sebab mereka kehilangan sumber makanan.
  • Kemudian, hutan yang dirusak menyebabkan bencana banjir bandang yang tak terelakkan terjadi. Banjir inilah yang pertama terjadi di Pulau Belitung sepanjang kehidupan warga di sana.
  • Akibat dari banjir, sebuah rumah yang dibangun cukup kontras dengan rumah di sekitarnya. Berlantai tiga milik Pak Jauhari, musnah diterjang banjir. Bahkan, ia dan keluarganya tak tahu harus tinggal dimana selain di pengungsian. Pak Jauhari sendiri, lama kelamaan menunjukkan gelagat aneh. Ia dituding menjadi gila usai bencana banjir.

    Di cerita pendek berjudul Sepenggal Kisah Tentang Abdul Korim, Pilkada di Kampung Lada dan Tamu juga menggambarkan bencana dalam bentuk lain. Yaitu bencana moral warga yang rusak akibat godaan miras dan lokalisasi syahwat komersial

    Pada Kisah Tentang Abdul Korim, dimana ia seorang pemuda yang jatuh hati pada salah seorang pekerja di lokalisasi. Yang kemudian harus menelan banyak asam garam kehidupan. Kemudian menangis di pinggir pelabuhan.

    Juga tentang Pilkada di Kampung Lada, dimana keponakan dari seorang ulama terpandang di kampung ini. Meninggal tragis, tertabrak tronton setelah menenggak miras oplosan. Padahal, keponakannya ini masih usia remaja yang terkena hasutan kegembiraan sesaat.

    Begitu juga pada kisah Tamu, sang driver yang seorang pelanggan tetap di lokalisasi. Akhirnya belajar mengenai arti kesetiaan dan pengorbanan istri juga anaknya. Dari pengalaman tamu yang menggunakan jasa antar jemput Bandara dan antar jemput ke beberapa lokasi di Pulau Belitung.





    Geser Eksistensi Tanaman Endemik Demi Peningkatan Ekonomi Semata


    Tahukah kamu apa tanaman endemik dari Pulau Bangka? Bangka terkenal sebagai penghasil lada yang cukup besar. Namun, eksistensinya banyak digeser dengan pepohonan lain demi meningkatkan nilai ekonomi.

    Seperti tergambar dalam Cerpen Pilkada di Kampung Lada, dimanja Kik Saman yang memiliki lahan tanaman Lada tidak begitu luas. Kemudian, diiming-imingi keuntungan besar dengan menanam tanaman lain.

    Dikutip dari halaman 94, “Ini bijih sengon, Kik. dari Jawa. Bagus untuk menggantikan lada karena pohon ini sedang ngetop-ngetopnya, panen nya juga cepat.

    Gambaran pemusnahan melalui iming-iming keuntungan yang cepat dan keuntungan yang meningkat juga dialami banyak wilayah di Indonesia. Tidak bisa terhitung berapa banyak gambut dan hutan yang dimusnahkan hanya demi menanam Kelapa Sawit. Bahkan, penanaman Kelapa Sawit ini membuat tanaman endemik berkurang drastis.

    Alih-alih mengedukasi masyarakatnya untuk memanfaatkan tanaman endemik dan hasil hutan yang kaya. Justru dibodoh-bodohinya masyarakat melalui keuntungan ekonomis yang justru sebenarnya banyak mendatangkan bencana.

    Yang untung hanya segelintir orang saja. Yang kaya juga hanya segelintir mereka saja yang memang berduit sejak lahir. Sementara pemilik lahan, petani dan warga lokal yang berusaha untuk menyambung hidup dan menyekolahkan anak-cucuk mereka. Akhirnya hanya mendapat isapan jempol saja.

    Tak seberapa jika kemudian hari, bencana justru datang merampas harta benda mereka yang terkena imbas dari pengrusakan alam ini. Sementara mereka yang merusak, masih tetap bisa tidur nyenyak. Tertawa. Bahagia tanpa tersentuh oleh bencana.

    Jadi, dimana aplikasi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia?

    Postingan Terkait